Seorang temanku tiba-tiba menyodorkan sebuah pertanyaan yang mengejutkan dan paling sulit untuk dijawab olehku. Aku pun nggak menyangka klo pertanyaan itu akhirnya akan ditujukan kepadaku. Sebuah pertanyaan yang penuh dengan provokasi, dan menuntut realisasi.
“Kapan kawin bang?”, celetuknya kepadaku.
“Mmmmh…. Ckkkkk”, aku pun cuma bisa melongo sambil garuk-garuk kepala untuk menjawab pertanyaan sakti ini. Yah, gimana mo jawab coba! Kayak ga ngerti aja dengan keadaan kita-kita.
Hanya sebuah kata lugas yang biasa keluar dari mulutku klo pertanyaan ini muncul dari rekan-rekanku yang ikut prihatin dengan status jomblo yang masih saja nangkring di jidatku.
“Duitnya aja bang” , jawabku singkat.
Itulah jawaban pamungkas yang keluar dari bibirku. Menggambarkan sebuah kenyataan pahit yang harus dilalui seorang pemuda di zaman kapitalisme (alasan: menyalahkan zaman) ini. Yah, memang benar klo uang memang bukan segalanya. Tapi segalanyakan butuh uang bang?
Baru-baru ini, seorang temanku juga tiba-tiba terserang penyakit tifus. Sudah beberapa hari hidungnya nggak nongol di parkiran kampus hijau kami.
Setelah ditelusuri sabab-musababnya kenapa sempat terkena penyakit anak-anak tersebut, eh ternyata karena ngebet pengen cepet kawin. Dan belum cukup dana.
“Gedubraaaaaaakkk…!!!”, jatuh sambil tersenyum aneh.
Apa hubungannya sih ngebet kawin sama kena tifus? Pikiran aja sendiri gan? Yang pasti terlalu ngebet kawin ga baik buat kesehatan. Bisa mengakibatkan stress, depresi, tifus, epilepsi, kanker, gangguan kehamilan dan janin.
“Loh, kok mirip selogan rokok?”
“Yah, suka-suka gue donk bang”, berusaha tidak mau kalah.
Suatu hari ada seorang pasien yang mau minta diruqyah, katanya sih sering kerasukan jin-jin gitu. Dan ternyata, emang iya. Ketika di ruqyah tu orang langsung ngamuk-ngamuk, banting apa pun yang ada dihadapannya. Tapi entah jinnya emang kuat ato apa, meskipun udah diruqyah beberapa kali tetep aja tuh jin ga ngaruh. Munculah pertanyaan dari peruqyah.
“Ini beneran gangguan jin ato bukan yah?” bisiknya dalam hati.
Timbulah sebuah ide gila, jurus pamungkas menghadapi jin bandel. Peruqyah yang merasa ditipu pun langsung mengambilkan tahi ayam untuk dikasihkan sama pasiennya. Dan nggak di duga, pemuda itu pun segera mengambil langkah seribu untuk kabur. Peruqyah pun langsung nanya kepada tuh pasien. Setelah berhasil dibekuk.
“Kenapa kamu jadi seperti ini?”
“Bohong sama orang tua lagi, memangnya pengen apa?”
“Saya pengen nikah pak”. Jawab pemuda itu dengan lugunya.
“Wadooooowwwww…, ternyata manusia emang lebih pinter dari pada jin bohongnya”.
Memang manusia nggak pernah habis akal buat memenuhi keinginannya. Terbukti, setelah tahu permasalahan sebenarnya. Orang tuanya langsung menikahkan anaknya tersebut dengan wanita yang dicintainya. Nah, jadi klo ada yang berminat membebek teknik tersebut, silahkan bro. Barangkali aja masih manjur. Okey!
Hidup menjadi seorang jomblo emang nggak selalu tenang. Apalagi kalo lihat teman-teman kita yang nggak bisa ngertiin kita dan sengaja mesra-mesraan dengan isterinya.
“Ohh, betapa sakitnya roma”, bisikku dalam hati.
Yah, beginilah sudah keadaannya. Mo gimana lagi donk, udah resiko jadi jomblo. Tulisan ini cuma coretan untuk sekedar menghilangkan jenuh, jadi pertimbangkan lebih jauh untuk menyelesaikan membaca kisah ngawur ini yah bro?
Zaman emang udah berganti, udah resiko kita hidup di zaman ini dengan beribu tantangan dan beribu alasan. Bahkan di zaman yang serba aneh ini, dunia udah rasa kebalik 180 derajat. Buktinya, ya silahkan cari aja sendiri.
“Loh, kok gitu?”, pemirsa protes.
“Yah, emang gitu kan?, Ntar kita buktiin bro”, penulis coba meyakinkan.
Tapi sebelum itu, penulis mo nanya dulu nih. Kira-kira gimana cara praktis buat membedakan orang yang sudah nikah sama yang pacaran?
“Wooow…. Pertanyaan provokatif nih”, seru pemirsa.
“Nggak bisa jawab?”
“Tunggu gan, kita pikir-pikir dulu”
“Tut…tut…tut…”, waktu pun berbunyi.
“Mau pilihan bantuan?, fifty-fifty, phonefriend, ato austyaudiens?” saya coba tawarkan.
“Sulit bang”
“Ah, nggak juga. Tinggal cari surat-surat nikah di kantor camat kan?”
“Wah, itu sih malah mempersulit diri kan?”
“Oke klo gitu, kita akan bahas disini aja. Jangan sampai kedengeran camat yah biar kita ga digebukin, apalagi dipersulit bikin eKTP”.
Memang pada kenyataannya sekarang ini. Udah sangat sulit membedakan yang udah nikah, dengan yang masih pacaran. Apalagi kebanyakan yang masih pacaran lebih mesra dari pada yang udah nikah (suami isteri). Lihat aja tuh gaya boncengannya. Gimana coba? Mengkhawatirkan bukan?
Orang yang pacaran lebih PD memakai panggilan sayang dari pada yang udah jadi pasutri. Dan lebih banyak punya anak di luar nikah dari pada yang udah pasutri. Kan udah disaranin dengan selogan, “Dua lebih baik”.
Okey kita ga akan bahas itu lebih jauh. Yang pasti, nikah hanya dijadikan lisensi untuk melengkapi persyaratan di kantor camat saja. Bukan lagi sebagai jalan untuk menyempurnakan separuh dari agama. Ya ngga?
Ga perlu protes karena rusaknya zaman ini dengan system kapitalismenya. Kebebasan yang sangat kebablasan. Dan ujung-ujungnya suara terbanyaklah yang benar! Jadi klo banyak yang nentang poligami dan melegalisasi perzinahan, udah dianggap wajar bukan? Inilah buah dari demokrasi yang kita agung-agungkan. Sang pemuja berhala garuda, warisan Fir’aun dari kota Mesir.
Beginilah nasib jomblo di zaman ini. Ketika perzinahan dilegalisasi, dan pernikahan dipersulitsasi. Semua jadi serba salah, yang bisa kita lakukan hanya puasa, puasa, dan puasa. Entah sampai kapan, benteng yang ada dalam diri kita dapat berdiri kokoh. [Putera Al Fatih]
0 komentar:
Posting Komentar