Hari ini memang terlihat lebih cerah daripada kemaren. Walaupun begitu, wajah-wajah para mahasiswa tidak secerah cuaca hari ini. Burung-burung kecil yang biasanya riang bernyanyi seakan ikut membisu, melengkapi ketegangan yang muncul di pagi ini. Yah, hari ini ada midletest sekaligus finaltest pada mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam.
Meskipun harus kuliah pada hari libur, tetap saja aku harus bergegas agar tidak ketinggalan kereta. Aku pun bergegas berangkat menuju kampus, dan langsung memacu kakiku agar bisa berjalan lebih cepat ke kampus (maklum ngga punya kendaraan dinas). Dan ternyata jam di HPku terlalu bersemangat untuk berputar hingga setengah jam lebih cepat dari waktu setempat wilayah Indonesia bagian Hulu Sungai Tengah. Aku pun hanya bisa bersabar, dan banting setir menuju mushala kecil depan Panti Asuhan Yatama untuk sekedar mengisi waktu dengan menerjakan sunah dan cari hotspot gratisan, tapi memang belum rezekinya ternyata hotspotnya ngga aktif-aktif juga. Okelah, sabar bro.
Waktu pun berlalu, dan akhirnya semuanya berkumpul di sebuah ruangan sederhana di tingkat 2 kampus hijau kami. Dan tanpa basa-basi, finaltest pun dimulai. Tidak ada yang istimewa dari ujian kali ini jadi jangan berharap aku mau membocorkan soalnya disini yah (ngarep). Mungkin hanya 30 menit, ujian kami pun berakhir. Setelah itu, pulang? Ngga bro, kita masih ada pelajaran tambahan membahas soal ujian tadi.
“Wah, pasti seru nih”, pemirsa mulai antusias.
“Ah, ngga juga”
“Trus, dimana menariknya tulisan ini?” protes pemirsa.
“Yah, ikutin aja sampai akhir”, jelasku.
Yang pasti ada statement menarik untuk kita bahas yang telah disampaikan oleh dosenku hari ini. Mau tau, mau tahu? Kita akan bahas setelah yang mau lewat berikut ini. Jama’aah, Oh… Jama’aaah…. Alhamdulillaaaaah… (intermezzo).
Seperti biasa dengan santainya ibu dosen mengeluarkan statement; “Orang-orang yang benar-benar fokus kuliah pasti akan berbeda dengan orang-orang yang tidak fokus”, mungkin seperti itu singkatnya. Maksudnya kuliah harus lebih diutamakan daripada kegiatan-kegiatan lain, baik organisasi, nongkrong diatas pohon rambutan, ngejar-ngejar target setoran, atau pun cuman ngupil. Dan jangan sekedar cari title S.Pd.I aja, tahu ngga S.Pd.I itu apa? Sarjana Pendulangan Intan bro! Ih, maunya.
Aku pun langsung angkat bicara dengan temanku yang bernama Hakim (nama request untuk cerpen ini).
“Bro, menurutku kuliah ini cuman untuk orang kaya deh”, kataku padanya.
“Kenapa?”, dia pun balik nanya.
“Yah, seharusnya orang yang kuliah itu ngga perlu kerja dan fokus kuliah aja”, jawabku.
“Pada kenyataannya di zaman kapitalisme ini (alasan: kembali menyalahkan zaman) kita pun dituntut untuk kerja. Karena kalau ngga kerja kita kan ngga akan bisa bayar kuliah, dan kalau kita kuliah waktu kita pun hilang untuk kerja”, terangku lagi.
“Itulah kata orang, kalau dilakukan mati Emak kalo ngga dilakukan mati Bapak, jadinya serba salah”, jawab temanku satunya yang ikut nyerocos.
“Trus gimana sebaiknya?”
“Jalani aja seperti apa adanya. Karena yang pasti kita ngga bisa berbuat banyak selain menjalani keduanya. Inilah sebenarnya buah dari demokrasi kapitalis. Yang menjadikan Lembaga Pendidikan sebagai lembaga usaha. Sekolah bukan lagi diharapkan menghasilkan SDM yang akan menghasilkan kader untuk memajukan bangsa, tapi uang sebagai hasil dari usahanya. Padahal dulu ketika kekhilafahan masih ada dan Islam masih menjadi rahmatan lil ‘alamin, semua pendidikan dapat kita dapat dengan gratis. Dan lembaga-lembaga pendidikan serta tempat dan fasilitasnya pun sangat lengkap. Bahkan seorang guru di zaman Khalifah Umar ibn Khattab diberikan gaji sebesar 15 dinar setiap bulan. (1 dinar= 4,25 gram emas. Jadi klo 15 dinar sama dengan 63,75 gram emas. Nah, kira-kira berapa jika ditukar dengan uang kita? Itung aja sendiri dengan harga emas sekarang bro). Yang pasti itulah perhatian Negara Islam untuk pendidikan. Dan entah gambaran system seperti itu kapan akan terbit kembali. Insya Allah secepatnya kawan”, terangku panjang lebar.
Suatu saat nanti ketika semuanya telah kembali seperti semula dan Islam menjadi sebuah institusi yang kokoh dalam melaksanakan syariah Islam dalam bingkai Khilafah. Semua itu tidak akan mustahil untuk terwujud, tinggal menunggu waktu. Dan pada saatnya nanti tiba, kita ngga perlu lagi melakukan kerja tambahan untuk sekedar membayar biaya semesteran dan dapat dengan fokus untuk menuntut ilmu. Dan tentu saja menjadi lulusan yang berkualitas bukan sekedar memajukan bangsa, tapi memuliakan dan mengharumkan agama ini. Dan saat-saat itu, sudah hampir tiba kawan!
Setelah sadar dan pelajaran akan berakhir kami baru sadar ada satu orang tentara kami yang tertinggal dari rombongan dan belum sempat mengikuti finaltest, siapa lagi kalo bukan Ipin dan kawan-kawan. Hanya satu kata yang bisa kita ucapkan padanya. Kuliah? Bolos Seharian Aja! [Putera Al Fatih]
0 komentar:
Posting Komentar